[sunting] Sejarah
Sejarah Perpusnas bermula dengan didirikannya Bataviaasch Genootschap pada 24 April 1778. Lembaga ini adalah pelopor Perpusnas dan baru dibubarkan pada tahun 1950.Awalnya, Perpustakaan Nasional RI merupakan salah satu perwujudan dari penerapan dan pengembangan sistem nasional perpustakaan, secara menyeluruh dan terpadu, sejak dicanangkan pendiriannya tanggal 17 Mei 1980 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Daoed Joesoef. Ketika itu kedudukannya masih berada dalam lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan setingkat eselon II di bawah Direktorat Jenderal Kebudayaan, dan badan ini merupakan hasil integrasi dari empat perpustakaan besar di Jakarta.
Keempat perpustakaan tersebut, yang kesemuanya merupakan badan bawahan DitJen Kebudayaan, adalah:
- Perpustakaan Museum Nasional;
- Perpustakaan sejarah, politik dan sosial (SPS);
- Perpustakaan wilayah DKI Jakarta;
- Bidang Bibliografi dan Deposit, Pusat Pembinaan Perpustakaan;
Atas prakarsa Almarhumah Ibu Tien Suharto, melalui Yayasan Harapan Kita yang dipimpinnya, Perpustakaan Nasional memperoleh sumbangan tanah seluas 16,000 m² lebih berikut gedung baru berlantai sembilan dan sebuah bangunan yang direnovasi. Lahan yang terletak di Jl. Salemba Raya 28A, Jakarta Pusat, merupakan lokasi Koning Willem III School (Kawedri), yakni sekolah HBS pertama di Indonesia ketika zaman kolonial. Bangunan sekolah inilah yang kemudian setelah direnovasi menjadi gedung utama yang digunakan untuk kantor pimpinan dan sekretariat. Gedung di sebelahnya yang berlantai sembilan berfungsi sebagai perpustakaan yang sebenarnya, di mana koleksi bahan pustaka tersimpan dan dilayankan untuk umum.
Dengan selesainya pengerjaan sebagian gedung baru maupun yang direnovasi di Jl. Salemba Raya 28A pada awal 1987, pimpinan dan staf dari tiga bidang (kecuali Bidang Koleksi) pindah ke lokasi tersebut. Gedung baru itu beserta segala perlengkapannya menyatukan semua kegiatan di bawah satu atap yang sebelumnya terpencar di beberapa tempat di Jakarta. Pada usia Perpusnas yang ke-9, secara resmi kompleks itu dibuka yang ditandai dengan penandatanganan sebuah prasasti marmer oleh Presiden dan Ibu Tien Suharto pada tanggal 11 Maret 1989.
Namun, sejalan dengan peresmian kompleks tersebut, sebetulnya ada peristiwa lain yang tidak kalah pentingnya. Sejarah mencatat bahwa lima hari sebelumnya, tepatnya tanggal 6 Maret 1989, telah ditandatangani sebuah keputusan monumental oleh Presiden RI melalui keputusan presiden Nomor 11 Tahun 1989 ini menetapkan Perpustakaan Nasional, setelah digabung dengan Pusat Pembinaan Perpustakaan (pimpinan Drs. Soekarman, MLS) , menjadi Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Kenaikan status kelembagaan ini juga berarti Perpusnas dilepas dari jurisdiksi Direktorat Jenderal Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (sekarang Departemen Pendidikan Nasional), badan induknya yang telah membesarkannya sejak 1980. Ibu Mastini Hardjoprakoso masih dipercaya oleh Pemerintah untuk memimpin lembaga baru ini. Kenyataan ini sekaligus membuktikan komitmen Pemerintah di dalam menaikkan derajat perpustakaan (dan pustakawan) yang selama itu dirasakan selalu "dilupakan". Menurut catatan ketika penggabungan, jumlah koleksi berkisar di angka 600 ribu eksemplar, ditangani oleh sekitar 500 orang karyawan yang berlokasi di dua tempat terpisah, Jl. Salemba Raya 28A dan Jl. Merdeka Selatan 11. Saat ini (Desember 1999) jumlah koleksi diperkirakan 1,100,00 eks, dan jumlah karyawan 700 orang.
Dengan semakin bertambahnya beban tugas dan sejalan dengan kiat Perpusnas dalam menerapkan layanan prima kepada masyarakat, maka diterbitkanlah Keputusan PresidenNomor 50 Tahun 1997 tertanggal 29 Desember 1997. Keppres ini menyempurnakan susunan organisasi, tugas dan fungsi Perpustakaan Nasional guna mengantisipasi era globalisasi informasi yang sudah kian mendekat. Di antara penyempurnaan tersebut adalah menciptakan jabatan deputi setingkat eselon IB dan menaikkan status Perpustakaan Nasional Provinsi (d.h. Perpustakaan Daerah) menjadi eselon II. Melanjutkan kepemimpinan sebelumnya, Hernandono, MA, MLS, menjadi kepala Perpusnas sejak Oktober 1998.
Perpustakaan Nasional RI kini menjadi perpustakaan yang berskala nasional dalam arti yang sesungguhnya, yaitu sebuah lembaga yang tidak hanya melayani anggota suatu perkumpulan ilmu pengetahuan tertentu, tapi juga melayani anggota masyarakat dari semua lapisan dan golongan. Walau terbuka untuk umum, koleksinya bersifat tertutup dan tidak dipinjamkan untuk dibawa pulang. Layanan itu tidak terbatas hanya pada layanan untuk upaya pengembangan ilmu pengetahuan saja, melainkan pula dalam memenuhi kebutuhan bahan pustaka, khususnya bidang ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan, guna mencerdaskan kehidupan bangsa.
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar